Jakarta, Infoindependen.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan anggaran dan penerimaan suap di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Kedua Tersangka tersebut yaitu Bupati Kapuas, Ben Brahim S Bahat (BBSB) Bupati Kapuas periode 2013 – 2018 dan 2018 – 2023, dan istri yang juga anggota DPR RI 2013 – 2018 dan 2018 – 2023, Ary Egahni (AE).
KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para Tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 28 Maret s.d 16 April 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
Dalam konstruksi perkara ini Tersangka BBSB diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab. Kapuas dan beberapa pihak swasta. Kemudian Tersangka AE diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan antara lain dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah. Dimana sumber uangnya berasal dari berbagai pos anggaran resmi pada SKPD di lingkungan Pemkab. Kapuas,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pada konferensi pers, Selasa (28/3/2023)
“Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima BBSB digunakan antara lain untuk biaya operasional dalam pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah, serta keikutsertaan AE dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI pada tahun 2019,” terang Johanis.
Kemudian, sambung Wakil Ketau KPK, terkait pemberian izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas, BBSB diduga menerima sejumlah uang dari pihak swasta. Mengenai besaran uang yang diterima BBSB dan AE sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 Miliar.
Atas perbuatannya, para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
KPK telah melakukan identifikasi risiko korupsi pada modus ini, dan terus melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah melalui Monitoring Centre fo Prevention (MCP), dengan salah satu fokus areanya adalah manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Agar tata kelola ASN, mulai dari rekrutmen, mutasi, ataupun promosi, terhindar dari praktik-praktik korupsi. Termasuk pungutan oleh Kepala Daerahnya. (red)