Setelah 6 Tahun Dipenjara, Terpidana yang Diadili Hakim Dipecat Ajukan PK

0
9
Foto: Sidang PK Subhan Ibrahim di PN Tarakan (8/11/2024).

Subhan bin Ibrahim (53), terpidana seumur hidup yang telah meringkuk 6 tahun di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tarakan atas putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor – 133/Pid.Sus/2019 PT.SMR Junto Putusan Pengadilan Negeri Tarakan, No. 100/Pid.Sus/2019/PN.Tar mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait dengan hukuman seumur hidup yang saat ini sedang dijalaninya.

Tarakan, Infoindependen.com – Dalam sidang penyerahan memori banding yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, Majelis Hakim dipimpin, Abdul Rahman Thalib, S.H., dengan anggota Anwar. W.H. Sagala, S.H., M.H., dan Alfianus Rumondor, S.H., dengan Jaksa Penuntut Umum, Komang Noprizal Saputra, S.H., M.H., pada Jum’at lalu.

Kuasa hukum terpidana, Abdul Rahman Ali B, SH mengatakan, alasan pengajuan PK yang dilakukan Subhan Ibrahim akibat kurangnya pengetahuan hukum dan belum adanya biaya mengambil pengacara.

“Untuk memakai jasa pengacara itu biayanya mahal brow,” kata Abdul Rahman kepada Infoindependen.com., Senin (25/11/2024) kemarin.

Adalah Herberth Godliaf Uktolseja, (HGU) SH mantan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tarakan, yang dipecat tidak hormat oleh Komisi Yudisial akibat menerima suap saat menjabat hakim anggota di PN Tarakan sebagaimana tertera dalam siaran pers Nomor: 16/SIARAN PERS/AL/LI.04.01/08/2022 tanggal 30 Agustus 2022.
HGU memvonis Subhan Ibrahim dengan hukuman seumur hidup, sementara untuk kedua rekannya Randi bin Rajab dan Muhammad Sakir bin Talle masing-masing dijatuhi hukuman 19 tahun penjara, atau lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang hanya 18 tahun.

“Hukuman ultra petitah terhadap Subhan Ibrahim ‘patut diduga’ akibat tidak terpenuhinya permintaan hakim Herberth yang meminta uang sebesar Rp 250 juta dari terpidana agar hukuman mereka ringan,” kata Abdul Rahman kepada Infoindependen.com yang diiyakan Subhan Ibrahim saat media ini berkunjung ke Lapas Tarakan bersama penasehat hukumnya.

“Darimanalah pak, kami punya uang sebesar itu. Karena tidak punyalah sementara tanggungan banyak sehingga tergoda mau melakukan perbuatan jahat itu tanpa memikirkan akibatnya,” sambung Subhan Ibrahim

Kisahnya sendiri tutur Subhan, berawal dari kedatangan dua orang laki-laki ke warung miliknya di RT 3 Pantai Amal Lama, Tarakan Timur untuk membeli makan dan minum pada bulan September 2018 lalu.

Dalam percakapan, keduanya mengenalkan Namanya Ajir dan Husin, yang kemudian diketahui sebagai ayah kandung Faisal bin Husin menanyakan siapa pemilik speedboat yang ada di pinggir Pantai di depan warungnya. Kemudian, keduanya membujuk Subhan untuk menjemput paket shabu di perairan Laut Bunyu dengan upah Rp. 20.000.000,-
Mendengar besarnya uang yang ditawarkan dalam situasi perekonomiannya yang sulit, tanpa pikir panjang Subhan langsung meng-iyakan. Selanjutnya, Husin meminta nomor handphone Subhan untuk diberikan kepada Faisal bin Husin pemilik shabu, Hengky Napi Lapas Pare-Pare, Sulawesi Selatan, dan Muhammad Saril Napi Bontang, Kalimantan Timur.
Pada hari Sabtu, 6 Oktober 2018 Faisal bin Husin (Napi Lapas Tarakan), menghubungi Subhan mengambil paket shabu dari Husin dan Yosin di perairan Bunyu. Karena hari sudah sore, Subhan Ibrahim memanggil Muhammad Sakir yang kemudian datang bersama-sama Randi bin Rajab keponakannya. Malam itu juga mereka bertiga berangkat menggunakan speed boat menuju perairan Pulau Bunyu.

Sekitar pukul 21.30 Wita Husin dan Yosin, keduanya baru diketahui masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) tinggal di Tawau Sabah Malaysia Timur datang menggunakan speed boat menyerahkan bungkusan shabu sekitar 1 kilogram. Kemudian Faisal meminta Subhan membaginya menjadi 2 bungkus.

Berhubung hari sudah malam, Subhan memutuskan bermalam di pondok (kelong penangkap ikan) milik nelayan yang tidak jauh dari mereka. Paginya, Minggu 7 Oktober 2018 sekitar pukul 06.00 Subhan Ibrahim ditelepon Ajir (DPO) atas suruhan Hengki Suteja yang berada di Lapas Pare-Pare Sulawesi Selatan untuk menunggunya di pondok atau kelong tempat mereka menginap. Tak lama berselang, Ajir datang dengan speed boat menyerahkan paket berisi shabu yang beratnya sekitar 1 Kg untuk dibawa ke Tarakan.

Setelah ketiganya tiba di Tarakan Subhan menelepon Faisal Bin Husin memberitahukan bahwa mereka sudah di depan Pelabuhan Perikanan Tarakan. Tak lama kemudian, seseorang yang mengaku bernama Syukur (DPO) atas suruhan Faisal bin Husin datang mengambil satu bungkusan milik Faisal.

Tak lama berselang, Subhan dihubungi seseorang yang mengaku bernama Oktavianus bin Simon atas suruhan Faisal bin Husin untuk mengambil paket shabu. Ia meminta bertemu di Jl Hasanuddin samping Bandara Internasional Juata Tarakan atau tepatnya di canal mangkrak bandara sekarang.
Usai menyerahkan shabu kepada Oktavianus, Subhan menghubungi Ajir menanyakan kemana shabu titipannya diserahkan. Tak lama Hengky Suteja, Napi Lapas Pare-Pare, Sulawesi Selatan menelepon Subhan untuk menunggu Irfandi bin Harun keponakannya sendiri yang akan mengambilnya di Dermaga Pelabuhan Beringin 2 Kampung Pukat Tarakan.

Selesai menjalankan tugas sesuai permintaan Faisal bin Husin, sekitar pukul 15.30 Wita ketiganya pulang ke rumah Subhan di Pantai Amal Lama Tarakan Timur. Namun, begitu mereka turun dari speed-boat beberapa anggota Badan Narkotik Nasional (BNN) sudah menunggu kepulangan mereka.

Selanjutnya, BNN menggeledah isi rumah makan milik Subhan, namun tidak menemukan alat bukti berupa shabu ataupun uang tunai selain buku rekening Bank BRI milik keluarga atas nama Subhan Ibrahim.

Subhan berusaha menjelaskan bahwa tabungan tersebut milik keluarganya, modal usaha dari penjualan makanan dan minuman di warungnya yang disisihkan selama beberapa tahun. Namun, BNN tetap bergeming untuk menjadikan isi tabungan tersebut sebagai bukti hasil kejahatan penjualan narkoba.

Keesokan harinya Subhan Ibrahim dibawa ke Bank BRI Jl Kusuma Bangsa Bom Panjang, Tarakan Tengah dengan pengawalan ketat lengkap senjata api untuk mengeluarkan uang sebesar Rp 45.000.000,- untuk dijadikan bukti atau rekayasa kasus seolah-olah pada saat penggerebekan di rumah Subhan Ibrahim Pantai Amal Lama ditemukan uang tunai hasil transaksi penjualan narkoba.

Selanjutnya, Subhan Ibrahim Bersama kedua keponakannya Muhammad Sakir dan Randi dibawa ke Kantor BNN Jl MT Haryono No. 11 Cawang, Jakarta Timur, Jakarta guna proses penyelidikan lebih lanjut.

“Saya diminta mengakui uang dalam buku rekening tersebut merupakan hasil penjualan narkoba yang sudah pernah kulakukan. Artinya, bukan hanya sekali ini saja saya terlibat,” kata ayah dari 5 anak ini kepada Infoindependen.com.

“Mental kami benar-benar jatuh, terlebih setelah melihat Randi yang awalnya hanya ikut menemani Muhammad Sakir. Setelah empat bulan kami ditahan atau tepatnya 120 hari meringkuk dalam tahanan BNN. Akhirnya saya menuruti kemauan BNN mengakui bahwa uang sebesar Rp 40 Juta benar sebagai hasil penjualan narkoba sebelumnya. Sementara upah sebesar Rp 20 Juta belum diterima menunggu shabu dijual. Setelah ada pengakuan tersebut akhirnya BNN memulangkan kami bertiga ke Tarakan Kalimantan Utara,” kata Subhan.

“Cukuplah sudah penderitaan yang kami rasakan selama penahanan BNN di Jakarta, lanjut Subhan. Makanya mereka berharap peradilan yang akan dijalani nantinya akan menerima hukuman yang seadil-adilnya,” ungkapnya.

Namun, jauh panggang dari api, Majelis Hakim yang dipimpin Herberth Godliaf Uktolseja, S.H., menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Subhan Ibrahim sementara Randi bin Rajib dan Muhammad Sakir bin Talle masing-masing 19 tahun di atas tuntutan JPU yang hanya 18 tahun penjara.
Tidak cukup dengan putusan banding Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda No. 133/PID/2019/PT SMR tanggal 8 Agustus 2019 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tarakan No.100/Pid.Sus/2019/PN Tar tanggal 11 Juni 2019 hukuman seumur hidup untuk Subhan Ibrahim dan untuk Randi bin Rajab dan Muhammad Sakir bin Talle masing-masing 19 tahun penjara.

“Kami tidak bisa kasasi karena pemberitahuan yang disampaikan Panitera Pengadilan Negeri Tarakan melewati batas waktu. Tapi, saya yakin keadilan pasti berpihak kepada kami. Saya minta maaf kepada isteri dan anak-anakku, saya khilaf telah menjadikan mereka menderita selama ini. Kebenaran akan memihak kami, Tuhan tidak akan membiarkan anak-anak dan isteri saya mengalami penderitaan ini. Saya bertobat dan minta ampun kepada Allah,” kata Subhan berurai air mata. (SLP)

BACA JUGA :  Soal Kematian Warga Aceh Utara Usai Ditangkap, Kabid Humas: Kita Tunggu Hasil Investigasi Paminal