Komisi X Minta Kemendikbudristek Turun Tangan terkait Mundurnya Tujuh Guru Besar Unhas

0
0
Ket foto: Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangan yang diterima tim Parlementaria, Senin (7/11/2022).

Jakarta, Info Independen.com – Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta Kemendikbudristek turun tangan mengatasi kasus tujuh guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yang mundur baru-baru ini. Diberitakan, para guru besar tersebut mundur karena adanya intervensi soal kelulusan mahasiswa S3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) diusut tuntas.

“Kasusnya mogoknya tujuh guru besar Unhas dari kegiatan belajar mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis harus diusut tuntas. Kami mendukung tim verifikasi yang dibentuk oleh Rektor Unhas dalam mengumpulkan fakta seputar kasus tersebut. Kami menyarankan Kemendikbud menyertakan tim supervisi untuk memastikan tim verifikasi Unhas bekerja optimal,” kata Huda dalam keterangan yang diterima tim Parlementaria, Senin (7/11/2022).

Dia menyebut dugaan keterlibatan Dekan FEB mengenai kelulusan mahasiswa S3 juga perlu diusut tuntas. Ia pun berharap pemicu tujuh guru besar itu mundur harus segera dipastikan. Karena itu, tim verifikasi harus benar-benar memastikan apa pemicu mundurnya tujuh guru besar Unhas dari kegiatan belajar mengajar.

“Apakah benar karena arogansi dekan FEB yang ingin meluluskan mahasiswa doktoral melalui pendekatan kekuasaan? Jika benar demikian maka harus ada sanksi tegas untuk Dekan FEB. Karena hal itu jelas tidak bisa dibiarkan. Kampus merupakan lembaga akademis, sehingga setiap kebijakan akademis harus diambil dalam norma akademik. Jika norma akademik di kampus tidak dihormati maka akan menjadi preseden buruk di masa depan. Hal ini terlepas apakah mahasiswa doktoral yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau tidak,” kata Politisi PKB itu.

Meski begitu, Huda juga mendorong agar dilakukan pengusutan terkait ada-tidaknya unsur kesengajaan dan politisasi pengunduran diri tujuh guru besar itu. Jika ada unsur politisasi, Huda meminta para guru besar itu disanksi akademik. Namun, jika dalam proses pencarian fakta diketahui ada kesengajaan tujuh guru besar untuk melakukan politisasi atas kasus tersebut, maka juga perlu disiapkan sanksi akademik.

BACA JUGA :  Pemerintah Terus Antisipasi Subvarian Covid-19

“Dari keterangan yang disampaikan Rektor Unhas, kasus ini hanya melibatkan setidaknya dua guru besar saja. Tetapi kenapa ada lima guru besar lain yang ingin melibatkan diri. Harus diakui bahwa dalam kampus kita juga masih ada intrik politik yang tidak sehat yang hal itu terkadang mempengaruhi kebijakan akademis,” sebut Huda.

Huda berharap kasus ini dijadikan pembelajaran. Hal itu, guna tercapainya iklim akademis yang lebih baik di perguruan tinggi. Karena itu, ia berharap kasus mogoknya tujuh guru besar FEB Unhas ini harus menjadi pelajaran bagi terciptanya iklim akademis yang lebih baik di lingkungan kampus.

“Tidak hanya untuk kampus Unhas, tetapi juga kampus-kampus lain di seluruh Indonesia. Apalagi kampus-kampus kita ini masih jauh tertinggal kualitas akademiknya dibandingkan negara lain. Bahkan di level negara G20, kampus Indonesia rata-rata memiliki peringkat terendah. Ini tentu menjadi PR kita bersama,” sebutnya.

Diketahui, banyaknya permasalahan yang terjadi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin (Unhas) menjadi pemicu tujuh guru besar mengundurkan diri mengajar di Program Studi (Prodi) S3. Selain adanya dugaan intervensi, hal lainnya yakni adanya mahasiswa Prodi S3 yang diduga tidak pernah mengikuti perkuliahan dan nilainya tidak mencukupi. Tetapi dipaksakan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis agar diluluskan.

 

 

 

Sumber: (Parlemen/hal/rdn)