Jakarta, Infoindependen.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makasar (SKM) sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka WH untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 17 Februari – 8 Maret 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan ini, KPK sebelumnya telah menetapkan 14 orang lainnya sebagai Tersangka, yaitu Sudrajat Dimyati (SD) dan GS Hakim Agung MA; PN Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh (GS), Edy Wibowo (EW) dan Elly Tri Pangestu (ETP) Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA; RN dan Nurmanto Akmal (NA) selaku PNS MA; Desy Yustira (DY) dan Muhajir Habibie (MH) PNS pada Kepaniteraan MA,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (17/2/2023).
Dalam konstruksi perkara ini, WH selaku Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit SKM sebagai perwakilan pihak Termohon dalam gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT MHJ sebagai pihak Pemohon di Pengadilan Negeri Makasar. Majelis Hakim memutus Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Yayasan Rumah Sakit SKM kemudian mengajukan kasasi ke MA agar putusan di tingkat pertama ditolak dan tidak dinyatakan pailit. WH lalu berinisiatif menyiapkan sejumlah uang dan berkomunikasi dengan MH dan Albasri (AB) selaku PNS pada MA untuk mengawal proses kasasi perkara ini dengan EW sebagai Panitera Penggantinya,” ujar nya.
“Sebagai komitmen tanda jadi, WH diduga memberikan sejumlah uang kepada EW secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 Miliar. Penerimaan dilakukan melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya. Penyerahan uang dilakukan saat proses kasasi berlangsung, yang diduga antara lain untuk mempengaruhi isi putusan. Setelah uang diberikan, putusan kasasi yang diinginkan WH dikabulkan dan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit,” terang Fikri.
Atas perbuatannya, Tersangka WH disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (red)