Jakarta, Infoindependen.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapkan LE Gubernur Papua periode 2013 – 2018 dan 2018 – 2023, sebagai Tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang merupakan pengembangan dari penanganan Tindak Pidana Korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua, serta Tindak Pidana Korupsi lainnya.
Dugaan TPPU tersebut dalam hubungannya dengan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi. Yakni dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Tersangka LE,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Senin (26/6/2023).
KPK kemudian melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang diduga terkait dengan tindak pidana dimaksud sebagai upaya mengoptimalkan pengembalian dan pemulihan keuangan negara melalui asset recovery. Selain aset dalam bentuk uang senilai Rp81.628.693.000, USD5.100, dan SGD26.300, juga sejumlah 24 aset lainnya berupa bidang tanah dan/atau bangunan, kendaraan, serta logam mulia dengan nilai total sejumlah sekitar Rp144,5 Miliar,” terang nya.
Atas perbuatannya, sambung Alexander, Tersangka LE disangkakan melanggar pasal Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pengenaan pasal TPPU dari predicate crime Tindak Pidana Korupsi, menjadi salah satu upaya KPK dalam mengoptimalkan asset recovery. Sehingga penanganan kejahatan korupsi dan TPPU bisa memberikan efek jera melalui pemiskinan pelakunya. Asset recovery selanjutnya akan menjadi penerimaan negara dan menjadi modal pembiayaan pembangunan nasional maupun daerah. Dimana pembangunan harus terus dilakukan secara berkelanjutan dan berkontribusi nyata bagi peningkatan ekonomi dan sosial masyarakat, termasuk masyarakat Papua,” tutup Wakil Ketua KPK. (red)