Pekanbaru, Infoindependen.com –
Pengacara kondang Riau, Adv. SDR terlihat hadir di PN Bangkinang untuk bersidang mewakili penggugat keluarga inisial Hj. SMM dan alm H. PUS melawan keluarga keponakannya sendiri.
Menurut tergugat Dilly Wibowo (DW), salah satu dari 3 bersaudara yang digugat oleh keluarga pengusaha sawit kaya raya pendiri Masjid Ungu di Pekanbaru, Riau merasa aneh, bahwa seharusnya merekalah yang menggugat keluarga bibi nya sendiri, karena mereka menahan dan menguasai hak waris mereka selama hampir 2 tahun setelah orangtua mereka meninggal dan tidak memberikan SHU hasil panennya selama kurang lebih 9 bulan.
Menurut pengakuan DW, dari ketiga ahli waris yang digugat, hanya DW sendiri yang berjuang selama hampir 2 tahun ini untuk meminta pihak keluarga Hj. SMM menyerahkan sertifikat hak milik atas nama orang tua mereka yang dititipkan kepada pihak manajemen keluarga Hj. SMM, sementara 2 saudara kandung lainnya tidak peduli dan terkesan membela pihak keluarga Hj. SMM.
Bahkan, masih menurut DW, saudara-saudara kandungnya terkesan mendukung keluarga Hj. SMM untuk memblokir pembagian SHU hasil panen hak mereka bertiga setiap bulan sejak Mei 2022.
“Apalagi saat sidang gugatan, saya tidak diberitahu oleh saudara-saudara kandung saya dan mereka diam-diam datang ke Pekanbaru dari Jakarta dan Surabaya tanpa memberitahu saya,” sambung DW saat diwawancarai awak media.
Uniknya, lanjut DW, dalam gugatan tersebut, keluarga penggugat ingin menguasai lahan milik orang tua mereka hanya seluas 2 hektar dari 20 hektar harta milik para ahli waris tersebut.
Menurut informasi, keluarga Hj. SMM memiliki lahan seluas 800 hektar lebih, dan diduga mencapai lebih dari 1000 ha lahan perkebunan sawit di 5 lokasi perkebunan. “Masa iya masih ingin menguasai 2 ha milik orangtua kami, ada apa ini?.
Masih dalam gugatan tersebut yang dibacakan oleh DW, keluarga Hj. SMM tanpa sepengetahuan DW pada bulan November 2022 lalu, diduga telah menerbangkan 2 saudara kandungnya ke Pekanbaru untuk menghadap Notaris H. Ryn, SH di kawasan Senapelan, Pekanbaru untuk membuat dan menandatangani Akta Notaris yang mengesahkan jual beli lahan 2 ha tersebut tanpa kehadiran dirinya sebagai salah satu ahli waris, diduga seolah-olah ibu saya telah menjual kebun sawit milik ayah saya seluas 2 ha semasa hidupnya. “Ini kan jelas-jelas tindak pidana..?” ungkapnya keheranan.
Apalagi fakta tersebut dijadikan dalil pembenaran dalam gugatan mereka. Secara tidak mereka sadari secara bersama-sama telah melanggar pidana pasal 264 juncto 263 KUHP dengan hukuman maks 8 tahun. “Lalu apa fungsinya pengacara beliau yang hebat, kalo tidak mengingatkan klien nya bahwa perbuatan mereka itu melanggar hukum..? Kasihan kan kakak adik saya yang tidak paham hukum mereka jebak seperti itu,” papar DW.
Kuat dugaan ada permufakatan jahat dibalik gugatan ini. “Kita tunggu hasil mediasi tanggal 9 Februari nanti. Jika para Penggugat tidak hadir, berarti mereka tidak beritikad baik untuk menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Akan saya ungkap semua tindak pidana mereka, yang saya duga ada keterlibatan Pengacara dan Notaris dalam kasus ini.” pungkas DW sambil mohon pamit.
“Nanti akan saya undang untuk konferensi pers setelah sidang mediasi ya, saya akan beberkan siapa saja yang terlibat, dan akan saya pidanakan mereka semua, akhirinya.
Sementara itu pihak Hj. SMM tidak dapat dikonfirmasi terkait permasalahan ini karena tidak dapat dihubungi dan nomor teleponnya tidak aktif.
Dan saat di konfirmasi kepada keluaraga Hj. SMM berinisial N melalui WhatsApp (WA) sampai berita ini dimuat, N tidak menjawab konfirmasi awak media yang di sampaikan.
Sebagaimana diketahui, Pekanbaru adalah ibukota Provinsi Riau dan salah satu kota penghasil CPO Nasional. Sengketa lahan perkebunan banyak terjadi di banyak tempat, termasuk di Kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi Riau yang melibatkan mafia tanah. (red)