Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Sukabumi meluncurkan program unggulan Gerakan Sadar Membayar Pajak dan Retribusi melalui Pelayanan Masyarakat Terpadu (Gebyar Sipenyu) pada tahun 2024.
Sukabumi, Infoindependen.com – Salah satu daya tarik program ini adalah hadiah umroh gratis bagi wajib pajak yang taat membayar pajak. Program ini menggunakan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan total pagu Rp438.000.000 untuk 10 orang pemenang.
Namun, penggunaan dana APBD untuk hadiah umroh ini menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat, terutama di Kabupaten Sukabumi.
Beberapa pihak mempertanyakan legalitas dan etika program tersebut, mengingat anggaran APBD yang berasal dari pajak rakyat seharusnya digunakan untuk kepentingan publik, bukan kepentingan individu.
Didik, seorang aktivis dan penggiat media sosial, mengkritisi kebijakan ini. “Apakah boleh anggaran APBD yang berasal dari uang rakyat digunakan untuk kepentingan pribadi, yang manfaatnya hanya dirasakan oleh individu tertentu?” ujarnya kepada awak media, pada Senin (17/02/2025).
Lebih lanjut, Didik menyoroti bahwa jika APBD benar-benar bisa digunakan untuk hadiah Umroh, seharusnya semua masyarakat Kabupaten Sukabumi yang taat pajak juga mendapatkan kesempatan yang sama, bukan hanya 10 orang terpilih.
“Padahal, dalam aturan sudah jelas bahwa belanja daerah harus digunakan untuk kepentingan publik dan urusan pemerintahan,” tambahnya.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, terdapat potensi dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam program ini, diantaranya;
1. Pelanggaran Prinsip Keuangan Daerah
Berdasarkan Pasal 298 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, belanja daerah harus digunakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Jika dana APBD digunakan untuk kepentingan individu tertentu tanpa dasar hukum yang jelas, maka berpotensi melanggar asas keadilan dan kepentingan publik.
2. Penyalahgunaan Wewenang dan Maladministrasi
Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah menyatakan bahwa pengeluaran APBD harus berbasis pada skala prioritas pembangunan daerah.
Jika hadiah umroh ini tidak termasuk dalam prioritas pembangunan dan tidak memiliki dasar hukum yang sah dalam peraturan daerah atau Peraturan Bupati (Perbup), maka program ini bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.
3. Dugaan Kolusi dan Nepotisme
Jika proses seleksi pemenang hadiah umroh tidak transparan, ada potensi kolusi dalam penentuan penerima manfaat.
Jika penerima hadiah memiliki hubungan dengan pejabat tertentu atau dipilih berdasarkan kepentingan tertentu, maka bisa masuk dalam kategori nepotisme.
4. Potensi Penyalahgunaan Anggaran dan Dugaan Korupsi Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penggunaan anggaran negara yang tidak sesuai dengan peruntukannya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Jika program ini tidak memiliki transparansi dan akuntabilitas yang jelas dalam pengelolaan anggaran, maka perlu dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Aparat Penegak Hukum (APH).
Sejumlah pihak mendesak agar Pemkab Sukabumi dan Bapenda memberikan klarifikasi terkait program ini serta membuka data secara transparan mengenai mekanisme seleksi dan alokasi anggaran. Jika ditemukan pelanggaran hukum, masyarakat menuntut agar pihak yang bertanggung jawab diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. (Lutfi)